Jumat, 27 Juni 2008

TUGAS RESUME METLIT Pertemuan Ke-3

Nama : Deden Rahman Budiman
NIM : 106011000079
Tugas Resume Pertemuan Ke-3

“PENELITIAN KUANTITATIF”
(Quantitative Research)
Penelitian Kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematisteori-teori dan hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan yang fundamental antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif. Penelitian kuantitatif biasanya dipakai untuk menguji sutu teori, untuk menyajikan suatu fakta atau mendiskripsikan statistic, untuk menunjukan hubungan antara variable dan ada pula yang bersifat mengembangkan konsep, mengembangkan pemahaman atau mendiskripsikan banyak hal. Penelitian kuantitatif biasanya dipakai untuk menguji suatu teori, untuk menyajikan suatu fakta atau mendeskipsikan statistik, untuk menemukan hubungan antar variabel dan ada pula bersifat mengembangankan konsep, mengembangkan pemahaman atau mendiskipsikan banyak hal.
Penelitian kuantitatif memilki cirri khas berhubungan dengan data numeric dan bersifat obyektif. Fakta atau fenomena yang diamati memilki realitas obyektif yang bias di ukur. Variable-variabel penelitian dapat diidentifikasi dan interkorelasi variable dapat diukur. Peneliti kuantitatif menggunakan sisi pandangnya untuk mempelajari subyek yang ia teliti. Penelitian kuantitatif memilki tujuan menjeralisasi temuan penelitian sehingga dapat digunakan untuk memprediksi situasi yang sama pada populasi lain. Penelitian kuantitatif ini dikembangkan oleh penganut positivism yang dipelopori oleh Aguste Comte. Aliran ini berpendapat bahwa untuk memacu perkembangan ilmu-ilmu social, maka metode-metode IPA harus diadopsi ke dalam reset-reset ilmu social.
Langkah langah penelitian kuantitatif :
Masalah penelitian
Masalah itu akan bisa diidentifikasikan jika:
- Ada kesenjangan antara citra dengan realita.
- Ada kesenjangan antara teori dengan praktek dalam kehidupan.
- Ada kesenjangan antara perencanaan dengan realisasi lapangan.
- Ada tantangan, keingin tahuan,tentang sesuatu yang belum ada.
Bentuk bentuk masalah penelitian. :
1. Deskiptifd : adalah masalah untuk meneliti dengan variabel tunggal,yang saling tidak berhubungan .contoh :berapa tingikah pengaguran di indonesia
2. Komprarif : rumusan masalah yang memfokuskan kajian terhadap analisis perbandingan tenteng satu variabel kelompok sampel. Contoh : berapa tinggikah pengangguran di indonesia dengan malaysia.
3. Assosiatif : masalah penelitian yang memfokuskan pada kajian hubungan antar variabel, baik simetris maupun kausal maupun reptorika .
· Identifikasi, pemilihan dan perumusan masalah
a. Identifikasi masalah
b. Pemilihan masalah
c. Sumber maslah
d. Perumusan maslah
e. Perumusan tujuan dan manfaat penelitian
f. Telaah pustaka
g. Pembentukan kerangka teori
h. Perumusan hipotesis
i. Definisi operasional variable penelitian
“Variabel penelitian dan Skala penelitian”
Variabel adalah sesuatu yang dapat berubah atau jumlah yang mungkin memiliki nilai yang bermacam macam. Dalam hubungan antar variabel , variabel dapat dibagi menjadi 4 yaitu :
Variabel independent adalah variabel bebas yang sedang dianalisis hubungannya atau pengaruhnya terhadap variabel terikat.
Dependent variabel adalah variabel terikat akibat yang dipradugakan, yang bervariasi mengikuti perubahan variabel bebas, x. variabel terikat tidak dimanipulasi. Contoh : kelas sosial, metode pengajaran, tipe kepribadian, tipe motivasi, sikap terhadap sekolah,serta suasana kelas.
Variabel moderator adalah variabel yang tidak sedang diuji interkrelasinya dengan bariabel lain, tetapi diyakini bahwa x tidak bisa dihitung korelasinya dengan y tanpa menghitung variabel moderatornya.
Variabel inerventing adalah variabel penggangu hubungan x dan y, dan harus dijelaskan, walaupun variabel tersebut berkarakter tidak bisa diukur.
“Instrument “
Instrumen merupakan alat yang digunakan sebagai pengumpul data dalam suatu penelitian. Dalam suatu penelitian, kita dapat menggunakan instrumen yang sudah tersedia dan dapat pula menggunakan instrumen yang dibuat sendiri.
Langkah-Langkah :
1. Merumuskan konstruk dari variabel tersebut.
2. Mengembangkan dimensi dan indikator.
3. Membuat kisi-kisi instrumen yang memuat dimensi, indikator, nomor butir.
4. Menetapkan besaran atau parameter yang bergerak dalam suatu rentangan kontinum.
5. Menulis butir-butir instrumen.
6. Proses validasi melalui pemeriksaan pakar.
7. Revisi berdasarkan saran pakar.
8. Ujicoba Instrumen
9. Pengujian validitas
10. Butir-butir yang tidak valid dikeluarkan atau diperbaiki untuk diujicoba ulang.
11. Menghitung reliabilitas
Macam-macam Instrument:
Angket adalah teknik pengumpulan data melalui penyebaran quesioner untuk diisi langsung oleh responden
Rating scale adalah intrument yang dapat diberikan pada obsernya untuk menyampaiakan pengalamannya yang sedang dialami atau disaksikan .contoh : keseriusan kepala sekolah dalm menyerap aspirasi guru dalam perencanaan sekolah.
Skala sikap adalah berwujud kumpulan pernyataan yang ditulis, disusun dan dianalisis. Sikap yang diukur dalam pendidikan
Menentukan populasi dan sampel dan teknik pengambilan sampel
Populasi adalah keseluruhan atu himpunan objek dengan ciri yang sama. Sampel adalah himpuan bagian atau sebagain dari populasi.
Cara sampling adalah cara mengumpulan data dari populasi dengan mengambil sebagian dari populasi .
- Probability sampling adalah teknik sampling yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.
- Simple random sampling karena pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata.
- Pro portionate stratified random sampling, teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota yang tidak homogen dan strata secara proposional.
Penelitian eksperimen
Metode eksperimen merupakan metode penelitian yang menguji berbentuk hubungan sebab akibat melalui pemanipulasian variable independent dan menguji perubahan yang diakibatkan oleh pemanipulasian dari variable tersebut..contoh seorang guru agama islam ingin memotivasikan belajar membaca al- qur’an pada muridnya. Lalu ia melakukan penelitian eksperimen.. satu kelas diajarkan dengan metode qiroot dan kelas lain diajarkan dengan iqra. Manakah metode yang baik untuk meningkatkan kemapuan membaca alquran.
Step penelitian eksperimen :
Ø Merumuskan masalah penelitian.
Ø Melakukun telaah pustaka.
Ø Merumuskan hipotesis dan mendefinikan variable penelitian.
Ø Membuat rancangan eksperimen.
Ø Menentukan sample yang representative.
Ø Intrumentasi.
Ø Melakukan ekperimen.
Ø Mengumpulkan dan menganalisis data.
Ø Menerapkan uji statistic yang tepat
Ø Buat interprestasi berdasarkan uji stattistik yang dilakukan dan tulis laporan




“PENELITIAN KUALITATIF”
Penelitian kualitatif menurut beberapa tokoh :
v Krik dan Miller member definisi bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan social, yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya.
v Bogdan dan Taylor (1975) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penilaian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang kuantitatif, melibatkan pengukuran tingkat suatu cirri tertentu.
v Metodologi kualitatif menurut Lexy J.Moleong, antara lain mendasarkan pada :
- Pondasi penelitian
- Paradigma penelitian
- Perumusan masalah
- Tahap-tahap penelitian
- Teknik penelitian
- Criteria dan teknik pemeriksaan data
- Analisis dan penafsiran data.
Prosedur penelitian kualitatif
Bila kita membaca literature maka akan kita jumpai beragam langkah langkah penelitian kualitatif yang ditulis berdasarkan pengamatan yang berbeda.
Langkah kangkah penelitian kualitatif :
Merumuskan pertanyaan penelitian
Aspek aspek yang perlu dipertimbangkan dalam merumuskan masalh:
jangan terlalu luas
jangan terlalu sempit
mengandung batasan yang jelas
tidak mengandung unsure subjektif,emosi dan prasangka
Aspek aspek yang perlu dipertimbangkan dalam mengelola masalah:
analisis
pembatasan/ focus
posisi masalah dianatra masalah sebelumnya
signifikasi, guna focus : focus dapat membatasi studi, memenuhi criteria inklusiesklsi penetapan focus bersifat tentative.

Teknik pengumpulan data :
- Observasi :diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul , mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.
- Wawancara :percakapan dan Tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara yang dilakukan kualitaitaf bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topic yang di teliti.
- Diskusi
- Kelompok terfokus
- Analisa terhadp karya
- Analisis dokumen
- Analisis catatan pribadi
“Paradigma Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif”
Ada pernyataan dari Egon G. Guba yang cukup menarik untuk ditanggapi di sini, yaitu bahwa “A paradigm may be viewed as set of basic beliefs (or metaphisies) that deals with ultimetes or principles. Keyakinan itu, menurut Guba, merepresentasikan pandangan dunia tentang hakikat sesuatu, serta merupakan dasar di dalam nurani dimana ia diterima dengan penuh kepercayaan. Sesuatu yang diyakini kebenarannya tanpa didahului penelitian sistematis, dalam filsafat ilmu, disebut dengan aksioma atau asumsi dasar. Keyakinan (beliefs), aksioma atau asumsi dasar tersebut menempati posisi penting dalam menentukan skema konseptual penelitian, ia merupakan dasar permulaan yang melandasi semua proses dan kegiatan penelitian.
Berkait dengan proposisi di atas, penelitian kuantitatif dan kualitatif memiliki perbedaan paradigma yang amat mendasar. Penelitian kuantitatif dibangun berlandaskan paradigma positivisme dari August Comte (1798-1857), sedangkan penelitian kualitatif dibangun berlandaskan paradigma fenomenologis dari Edmund Husserl (1859-1926).
1. Paradigma kuantitatif:
Paradigma kuantitatif merupakan satu pendekatan penelitian yang dibangun berdasarkan filsafat positivisme. Positivisme adalah satu aliran filsafat yang menolak unsur metafisik dan teologik dari realitas sosial. Karena penolakannya terhadap unsur metafisis dan teologis, positivisme kadang-kadang dianggap sebagai sebuah varian dari Materialisme (bila yang terakhir ini dikontraskan dengan Idealisme).
Dalam penelitian kuantitatif diyakini, bahwa satu-satunya pengetahuan (knowledge) yang valid adalah ilmu pengetahuan (science), yaitu pengetahuan yang berawal dan didasarkan pada pengalaman (experience) yang tertangkap lewat pancaindera untuk kemudian diolah oleh nalar (reason) Secara epistemologis, dalam penelitian kuantitatif diterima suatu paradigma, bahwa sumber pengetahuan paling utama adalah fakta yang sudah pernah terjadi, dan lebih khusus lagi hal-hal yang dapat ditangkap pancaindera (exposed to sensory experience). Hal ini sekaligus mengindikasikan, bahwa secara ontologis, obyek studi penelitian kuantitatif adalah fenomena dan hubungan-hubungan umum antara fenomena-fenomena (general relations between phenomena). Yang dimaksud dengan fenomena di sini adalah sejalan dengan prinsip sensory experience yang terbatas pada external appearance given in sense perception saja. Karena pengetahuan itu bersumber dari fakta yang diperoleh melalui pancaindera, maka ilmu pengetahuan harus didasarkan pada eksperimen, induksi dan observasi.
Bagaimana pandangan penganut kuantitatif tentang fakta? Dalam penelitian kuantitatif diyakini sejumlah asumsi sebagai dasar otologisnya dalam melihat fakta atau gejala. Asumsi-asumsi dimaksud adalah; (1) obyek-obyek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, baik bentuk, struktur, sifat maupun dimensi lainnya; (2) suatu benda atau keadaan tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu; dan (3) suatu gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan, melainkan merupakan akibat dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jadi diyakini adanya determinisme atau proses sebab-akibat (causalitas) Dalam kaitannya dengan poin terakhir, lebih jauh Russel Keat & John Urry, seperti dikutip oleh Tomagola, mengemukakan bahwa setiap individual event/case tidak mempunyai eksistensi sendiri yang lepas terpisah dari kendali empirical regularities. Tiap individual event/case hanyalah manifestasi atau contoh dari adanya suatu empirical regularities
Sejalan dengan penjelasan di atas, secara epistemologi, paradigma kuantitatif berpandangan bahwa sumber ilmu itu terdiri dari dua, yaitu pemikiran rasional data empiris. Karena itu, ukuran kebenaran terletak pada koherensi dan korespondensi. Koheren besarti sesuai dengan teori-teori terdahulu, serta korespondens berarti sesuai dengan kenyataan empiris. Kerangka pengembangan ilmu itu dimulai dari proses perumusan hipotesis yang deduksi dari teori, kemudian diuji kebenarannya melalui verifikasi untuk diproses lebih lanjut secara induktif menuju perumusan teori baru. Jadi, secara epistemologis, pengembangan ilmu itu berputar mengikuti siklus; logico, hypothetico, verifikatif.
Dalam metode kuantitatif, dianut suatu paradigma bahwa dalam setiap event/peristiwa sosial mengandung elemen-elemen tertentu yang berbeda-beda dan dapat berubah. Elemen-elemen dimaksud disebut dengan variabel. Variabel dari setiap even/case, baik yang melekat padanya maupun yang mempengaruhi/dipengaruhinya, cukup banyak, karena itu tidak mungkin menangkap seluruh variabel itu secara keseluruhan. Atas dasar itu, dalam penelitian kuantitatif ditekankan agar obyek penelitian diarahkan pada variabel-variabel tertentu saja yang dinilai paling relevan. Jadi, di sini paradigma kuantitatif cenderung pada pendekatan partikularistis.
Lebih khusus mengenai metode analisis dan prinsip pengambilan kesimpulan, Julia Brannen, ketika menjelaskan paradigma kuantitatif dan kualitatif, mengungkap paradigma penelitian kuantitaif dari dua aspek penting, yaitu: bahwa penelitian kuantitatif menggunakan enumerative induction dan cenderung membuat generalisasi (generalization) Penekanan analisis data dari pendekatan enumerative induction adalah perhitungan secara kuantitatif, mulai dari frekuensi sampai analisa statistik. Selanjutnya pada dasarnya generalisasi adalah pemberlakuan hasil temuan dari sampel terhadap semua populasi, tetapi karena dalam paradigma kuantitatif terdapat asumsi mengenai adanya “keserupaan” antara obyek-obyek tertentu, maka generalisasi juga dapat didefinisikan sebagai universalisasi.
2. Paradigma Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif adalah satu model penelitian humanistik, yang menempatkan manusia sebagai subyek utama dalam peristiwa sosial/budaya. Jenis penelitian ini berlandaskan pada filsafat fenomenologis dari Edmund Husserl (1859-1928) dan kemudian dikembangkan oleh Max Weber (1864-1920) ke dalam sosiologi. Sifat humanis dari aliran pemikiran ini terlihat dari pandangan tentang posisi manusia sebagai penentu utama perilaku individu dan gejala sosial. Dalam pandangan Weber, tingkah laku manusia yang tampak merupakan konsekwensi-konsekwensi dari sejumlah pandangan atau doktrin yang hidup di kepala manusia pelakunya. Jadi, ada sejumlah pengertian, batasan-batasan, atau kompleksitas makna yang hidup di kepala manusia pelaku, yang membentuk tingkah laku yang terkspresi secara eksplisit
Terdapat sejumlah aliran filsafat yang mendasari penelitian kualitatif, seperti Fenomenologi, Interaksionisme simbolik, dan Etnometodologi. Harus diakui bahwa aliran-aliran tersebut memiliki perbedaan-perbedaan, namun demikian ada satu benang merah yang mempertemuan mereka, yaitu pandangan yang sama tentang hakikat manusia sebagai subyek yang mempunyai kebebasan menentukan pilihan atas dasar sistem makna yang membudaya dalam diri masing-masing pelaku.
Bertolak dari proposisi di atas, secara ontologis, paradigma kualitatif berpandangan bahwa fenomena sosial, budaya dan tingkah laku manusia tidak cukup dengan merekam hal-hal yang tampak secara nyata, melainkan juga harus mencermati secara keseluruhan dalam totalitas konteksnya. Sebab tingkah laku (sebagai fakta) tidak dapat dilepaskan atau dipisahkan begitu saja dari setiap konteks yang melatarbelakanginya, serta tidak dapat disederhanakan ke dalam hukum-hukum tunggal yang deterministik dan bebas konteks
Dalam Interaksionisme simbolis, sebagai salah satu rujukan penelitian kualitatif, lebih dipertegas lagi tentang batasan tingkah laku manusia sebagai obyek studi. Di sini ditekankankan perspektif pandangan sosio-psikologis, yang sasaran utamanya adalah pada individu ‘dengan kepribadian diri pribadi’ dan pada interaksi antara pendapat intern dan emosi seseorang dengan tingkah laku sosialnya.
Paradigma kualitatif meyakini bahwa di dalam masyarakat terdapat keteraturan. Keteraturan itu terbentuk secara natural, karena itu tugas peneliti adalah menemukan keteraturan itu, bukan menciptakan atau membuat sendiri batasan-batasannya berdasarkan teori yang ada. Atas dasar itu, pada hakikatnya penelitian kualitatif adalah satu kegiatan sistematis untuk menemukan teori dari kancah – bukan untuk menguji teori atau hipotesis. Karenanya, secara epistemologis, paradigma kualitatif tetap mengakui fakta empiris sebagai sumber pengetahuan tetapi tidak menggunakan teori yang ada sebagai bahan dasar untuk melakukan verifikasi.
Dalam penelitian kualitatif, ‘proses’ penelitian merupakan sesuatu yang lebih penting dibanding dengan ‘hasil’ yang diperoleh. Karena itu peneliti sebagai instrumen pengumpul data merupakan satu prinsip utama. Hanya dengan keterlibatan peneliti alam proses pengumpulan datalah hasil penelitian dapat dipertanggungjawakan.
Khusus dalam proses analisis dan pengambilan kesimpulan, paradigma kualitatif menggunakan induksi analitis (analytic induction) dan ekstrapolasi (extrpolation). Induksi analitis adalah satu pendekatan pengolahan data ke dalam konsep-konsep dan kateori-kategori (bukan frekuensi). Jadi simbol-simbol yang digunakan tidak dalam bentuk numerik, melainkan dalam bentuk deskripsi, yang ditempuh dengan cara merubah data ke formulasi. Sedangkan ekstrapolasi adalah suatu cara pengambilan kesimpulan yang dilakukan simultan pada saat proses induksi analitis dan dilakukan secara bertahap dari satu kasus ke kasus lainnya, kemudian –dari proses analisis itu--dirumuskan suatu pernyataan teoritis.
“Perbedaan Paradigma Penelitian Kalitatif dan Kuantitatif”
Istilah paradigma dikemukakan oleh Kuhn dalam bukunya The Structure of Scientific Revolution. Dalam buku ini Kuhn menentang asumsi yang menyatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan terjadi kumulatif. Menurut dia, perkembangan ilmu terjadi secara revolusi, karena sangat tergantung pada pardigma ilmu yang populer saat itu.
Bertolak dari perbedaan-perbedaan disebut di atas, dapat dicatat berbagai perbedaan paradigma yang cukup signifikan antara penelitian kuantitatif dengan kualitatif. Seperti dikemukakan sebelumnya, penelitian kuantitatif memiliki perbedaan paradigmatik dengan penelitian kualitatif. Secara garis besar, perbedaan dimaksud mencakup beberapa hal:
KUANTITATIF
1. Positivistik
2. Deduktif-Hipotetis
3. Partikularistik
4. Obyektif
5. Berorientasi kpd hasil
6. Menggunakan pandangan ilmu pengetahuan alam
KUALITATIF
1. Fenomenologik
2. Induktif
3. Holistik
4. Subyektif
5. Berorientasi kpd proses
6. Menggunakan pandangan ilmu sosial/antropological

Lebih lanjut perbedaan paradigma kedua jenis penelitian ini dapat dielaborasi sebagai berikut:
Paradigma Kuantitatif
Paradigma Kualitatif
1. Cenderung menggunakan metode kuantitatif, dalam pengumpulan dan analisa data, termasuk dalam penarikan sampel.
2. Lebih menenkankan pada proses berpikir positivisme-logis, yaitu suatu cara berpikir yang ingin menemukan fakta atau sebab dari sesuatu kejadian dengan mengesampingkan keadaan subyektif dari individu di dalamnya.
3. Peneliti cenderung ingin menegakkan obyektifitas yang tinggi, sehingga dalam pendekatannya menggunakan pengaturan-pengaturan secara ketat (obstrusive) dan berusaha mengendalikan stuasi (controlled).
4. Peneliti berusaha menjaga jarak dari situasi yang diteliti, sehingga peneliti tetap berposisi sebagai orang “luar” dari obyek penelitiannya.

5. Bertujuan untuk menguji suatu teori/pendapat untuk mendapatkan kesimpulan umum (generasilisasi) dari sampel yang ditetapkan.

6. Berorientasi pada hasil, yang berarti juga kegiatan pengumpulan data lebih dipercayakan pada intrumen (termasuk pengumpul data lapangan).
7. Keriteria data/informasi lebih ditekankan pada segi realibilitas dan biasanya cenderung mengambil data konkrit (hard fact).


8. Walaupun data diambil dari wakil populasi (sampel), namun selalu ditekankan pada pembuatan generalisasi.

9. Fokus yang diteliti sangat spesifik (particularistik) berupa variabel-variabel tertentu saja. Jadi tidak bersifat holistik.
1. Cenderung menggunakan metode kualitatif, baik dalam pengumpulan maupun dalam proses analisisnya.
2. Lebih mementingkan penghayat-an dan pengertian dalam menangkap gejala (fenomenologis).




3. Pendekatannya wajar, dengan menggunakan pengamatan yang bebas (tanpa pengaturan yang ketat).



4. Lebih mendekatkan diri pada situasi dan kondisi yang ada pada sumber data, dengan berusaha menempatkan diri serta berpikir dari sudut pandang “orang dalam”.
5. Bertujuan untuk menemukan teori dari lapangan secara deskriptif dengan menggunakan metode berpikir induktif. Jadi bukan untuk menguji teori atau hipotesis.
6. Berorientasi pada proses, dengan mengandalkan diri peneliti sebagai instrumen utama. Hal ini dinilai cukup penting karena dalam proses itu sendiri dapat sekaligus terjadi kegiatan analisis, dan pengambilan keputusan.
7. Keriteria data/informasi lebih menekankan pada segi validitasnya, yang tidak saja mencakup fakta konkrit saja melainkan juga informasi simbolik atau abstrak.
8. Ruang lingkup penelitian lebih dibatasi pada kasus-kasus singular, sehingga tekannya bukan pada segi generalisasinya melainkan pada segi otensitasnya.
9. Fokus penelitian bersifat holistik,meliputi aspek yang cukup luas (tidak dibatasi pada variabel tertentu).

"Resume tentang Penelitian"

Nama : Deden Rahman Budiman
NIM : 106011000079
Melengkapi Tugas Resume Tentang Penelitian & Perumusan Masalah

“Penelitian”
I. Pengertian
Menurut bahasa, terjemahan darai bahasa Inggris, Research yang berasal dari kata re (kembali) dan to research (mencari) dengan demikian secara lughawiyah berarti “mencari kembali”. Penelitian secara sederhana diartikan dengan suatu penyelidikan yang di jalankan dengan bantuan prosedur-prosedur terstandar untuk mendapat informasi yang akan menambah khazanah pengetahuan (body of knowledge). Definisi Penelitian menurut para ilmuan Diantaranya :
v Ilmuan Hillway mengatakan penelitian tidak lain dari suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap masalah-masalah tersebut.
v Menurut Tandom Hause Unarbridged Dictionary penelitian didefinisikan sebagai inkuri atau penyelidikan dan sistematik mengenai suatu topic untuk menemukan atau merefisi fakat, teori, penerapan, dan sebagainya
v Menurut Nasution (1992), penelitian diartikan sebagai kegiatan untuk menemukan pengetahuan baru, upaya untuk menemukan harus dilakukan dengan cara-cara yang dikenal sebagai metedologi penelitian.
v Penelitian adalah pencarian atas sesuatu secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat dipecahkan. “Person, 1946”
v Penelitian adalah suatu pencarian fakta menurut metode objektif yang jelas untuk menemukan hubungan antara fakta dan menghasilkan dalil atau hokum. “John, 1949”
v Penelitian adalah transformasi yang terkendali atu terarah dari situasi yang dikenal akan kenyataan-kenyataan yang ada padanya dan hubungannya seperti mengubah unsure dari situasi orisinil menjadi suatu keseluruhan yang bersatu padu. “Dewey, 1936”.
Sedangkan fungsi penelitian menurut buku dasar-dasar penelitian kuantitatif dalam pendidikan oleh Drs. Ibnu Hajar, M. Ed penelitian berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi tiga bagian yaitu fungsi sebagai teori yang menjawab pertanyaan tertentu dalam suatu disiplin ilmu, kedua sebagai penerapan dan pengembangan pengetahuan yang didasarkan pada penelitian dalam bidang praktis tertentu, dan ketiga untuk mengukur manfaat dan nilai praktek dalam situasi tertentu.
II. Ayat-ayat Al-qur’an yang menganjurkan untuk meneliti
Al-Qur’an merupakan sumber ilmu pengetahuan bagi manusia yang didalamnya terdapat lebih dari 700 ayat al-qur’an yang menganjurkan manusia untuk meneliti. Diantara ayat-ayat yang menceritakan tentang pentingnya penelitian, antara lain:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan onta bagaimana dia diciptakan?, dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakan?dan bumi bagaimana ia dihamparkan?”
Dan ayat lain juga menjelaskan tentang mengisyaratkan pada kita untuk meneliti dan mempelejari semua yang ada dilangit dan dibumi, pada surat Yunus ayat 101 :
“perhatikanlah apa yang ada dilangit dan dibumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang member peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman”.
III. Jenis-jenis Penelitian Dari Berbagai Sudut Pandang
Ø Dilihat dari tujuannya dibagi
- Exploratory Research (Riset Penggalian)
- Developmental Research (Riset Pengembangan)
- Verificative Research (Riset Pembuktian)
Ø Dilihat dari sudut pandang
- Operational Research (Riset Kerja)
- Experiment Research (Riset Percobaan)
Ø Dilihat dari segi tempat
- Field Research (Riset Lapangan)
- Laboratoey Research (Penelitian Laboratorium)
- Library Research (Riset Perpustakaan)
IV. Langkah-langkah Dalam Penelitian
v Perumusan masalah
v Pengajuan hipotesis
v Penarikan kesimpulan tentang konsekuensi hipotesis
v Pengumpulan dan analisis data
v Penerimaan atau penolakan hipotesis

“MASALAH PENELITIAN”
Langkah pertama yang harus dilalui oleh seorang peneliti dalam proses penelitiannya adalah penentuan masalah. Secara umum masalah dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang memerlukan pembahasan, pemecahan, informasi atau keputusan. Dalam bidang penelitian secara teknis masalah menyiratkan adanya kemungkinan dilakukan suatu penyelidikan empiris, yakni pengumpulan dan analysis data (McMillan & Schumacher, 1989). Masalah penelitian perlu dinyatakan dengan jelas karena melalui pernyataan tersebut peneliti berusaha mengkomunikasikan kepada pihak lain tentang focus dan pentingnya masalah, konteks dan skop kependidikan , serta kerangka kerja, laporan penelitiannya
Dalam penelitian, masalah yang focus harus dinyatakan secara formal untuk menunjukan perlunya dilakukan penyelidikan secara empiris. Pada umumnya masalah penelitian pada mulanya didefinisikan melalui topic yang masih umum. Setelah melakukan penelaahan kepuatakaan yang berkenaan dengan topic tersebut kemudian peneliti lebih memfocuskan topic tersebut sehingga menjadi masalah penelitian yang lebih spesifik. Baik dalam penelitian kuantitatif maupun kualitatif, masalah dapat diperoleh dari berbagai sumber . James H. McMillan dan Sally Schumcher (1989) mengemukakan ahwa diantara sumber-sumber yang dapat dijadikan acuan untuk mengidentifikasi masalah penelitian adalah observasi, deduksi dari teori, usulan kepustakaan, masalah social yang sedang terjadi, situasi praktis, dan pengalaman pribadi.
Criteria Pemilihan Masalah
Dalam memilih masalah yang akan diperoleh dari sumbernya, peneliti hendaknya mempertimbangkan beberapa factor sebagai criteria pemilihan, baik yang sifatnya eksternal maupun personal (good, 1969). Eksternal berkenaan dengan, misalnya masalah yang sedang hangat dan penting bagi bidang penelitian, tersedianya data, metode, maupun kerjasama istitusional dan administrative. Sedangkan criteria personal berkenaan dengan beberapa pertimbangan, seperti interes, latihan, biaya dan waktu.
Perumusan Masalah
Dalam memformulasikan atau merumuskan masalah, kiranya peneliti perlu memperhatikan beberapa ketentuan yang biasanya berlaku yaitu dengan memperhatikan:
1. aspek substansi;
2. aspek formulasi
3. aspek teknis.
Dari sisi aspek substansi atau isi yang terkandung, perlu dilihat dari bobot atau nilai kegunaan manfaat pemecahan masalah melalui tindakan seperti nilai aplikatifnya untuk memecahkan masalah serupa/mirip yang dihadapi guru, kegunaan metodologik dengan diketemukannya model tindakan dan prosedurnya, serta kegunaan teoritik dalam memperkaya atau mengoreksi teori pembelajaran yang berlaku. Sedang dari sisi orisinalitas, apakah pemecahan dengan model tindakan itu merupakan suatu hal baru yang belum pernah dilakukan guru sebelumnya. Jika sudah pernah berarti hanya merupakan pengulangan atau replikasi saja.
Pada aspek formulasi, seyogyanya masalah dirumuskan dalam bentuk kalimat interogatif (pertanyaan), meskipun tidak dilarang dirumuskan dalam bentuk deklaratif (pernyataan). Hendaknya dalam rumusan masalah tidak terkandung masalah dalam masalah, tetapi lugas menyatakan secara eksplisit dan spesifik tentang apa yang dipermasalahkan.
Dan aspek teknis, menyangkut kemampuan dan kelayakan peneliti untuk melakukan penelitian terhadap masalah yang dipilih. Pertimbangan yang dapat diajukan seperti kemampuan teoritik dan metodologik pembelajaran, penguasaan materi ajar, kemampuan metodologi penelitian tindakan, kemampuan fasilitas untuk melakukan penelitian seperti dana, waktu, tenaga, dan perhatian terhadap masalah yang akan dipecahkan. Oleh karena itu, disarankan untuk berangkat dari permasalahan sederhana tetapi bermakna, guru dapat melakukan di kelasnya dan tidak memerlukan biaya, waktu, dan tenaga yang besar.
Topic penelitian masih bersifat umum dan belum memberikan petunjukpraktis untuk menentukan langkah-langkah penelitian yang harus dilakukan, seperti mengidentifikasi subyek, variable, dan analisis. Sebagai pegangan untuk menentukan langkah-langkah tersebut, prosedur pertama yang harus ditempuh adalah mengubah topic yang masih umum tersebut kedalam pernyataan rumusan masalah yang lebih terfocus sehingga dapat memberikan petunjuk untuk mangidentifikasikan langkah-langkah tersebut.
Seorang peneliti, misalnya, tertarik untuk mengetahui variasi konsep diri dan kemungkinan pengaruhnya terhadap prestasi akademik. Dari topic ini peneliti merumuskan masalah dengan mangajukan pertanyaan “ adalah konsep diri (variable bebas) siswa SMA (subyek ) berpengaruh terhadap prestasi akademiknya (variable terikat)?” pernyataan ini telah difocuskan sehingga populasi dan kedua variabelnya dapat didentifikasikan dan logikanya jelas. Dengan pernyataan rumusan masalah ini, peneliti lebih mudah menentukan langkah-langkah selanjutnya.
Analisi Masalah
Yang dimaksud dengan analisis masalah di sini ialah kajian terhadap permasalahan dilihat dan segi kelayakannya. Sebagai acuan dapat diajukan beberapa hal berikut:
1. konteks, situasi atau iklim di mana masalah terjadi
2. kondisi-kondisi prasyarat untuk terjadinya masalah
3. keterlibatan komponen, aktor dalam terjadinya masalah
4. kemungkin adanya alternatif solusi yang dapat diajukan
5. ketepatan dan lama waktu yang diperlukan untuk pemecahan masalah
Analisis masalah tersebut dipergunakan untuk merancang rencana tindakan baik dalam menentukan spesifikasi/jenis tindakan, keterlibatan aktor yang berkolaborasi (berperan), waktu dalam satu siklus, identifikasi indikator perubahan peningkatan dan dampak tindakan, cara pemantauan kemajuan, dan lain-lain. Formulasi alternatif solusi yang dirumuskan dalam bentuk hipotesis tindakan hanya mungkin dapat dilakukan jika analisis masalah dapat dilakukan dengan baik.
Model-model Penelitian
Model-model penelitian dibagi menjadi dua yaitu model penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Menurut Nuraida didalam bukunya metode penelitian model-model penelitian dibagi atas :
a. Berdasarkan Tempat
- Penelitian Pustaka, yaitu suatu penelitian yang dilakukan diruang perpustakaan untuk menghimpun dan menganalisis data yang bersumber dari perpustakaan, baik berupa buku-buku, priodikal-priodikal, seperti majalah ilmiyah yang diterbitkan secara berkala, kisah-kisah sejarah, dokumen-dokumen dan materi perpustakaan lainnya, yang dapat dijadikan sebagai rujukan untuk menyusun suatu laporan ilmiyah.
- Penelitian Laboratorium,yaitu suatu penelitian yang dilakukan dalam laboratorium yaitu suatu tempat yang dilengkapi perangkat khusus untuk melakukan penyelidikan terhadap gejala tertentu melalui tes-tes atau uji yang juga dilakukan untuk menyusun laporan ilmiyah.
- Penelitian Lapangan, yaitu suatu penelitian yang dilakukan dilapangan atau lokasi penelitian, suatu tempat yang dipilih sebagai lokasi untuk menyelidiki gejala objetif sebagai dilokasi tersebut, yang digunakan juga untuk penyusunan laporan ilmiyah.
b. Berdasarkan Sifat
- Penelitian Dasar, yaitu penelitian yang bermula dari kenyataan objektif yang diamati secara empiric, kemudian ditelaah melalui analisis untuk disusun sebagai laporan ilmiyah. Penelitian semacam ini biasanya dilakukan untuk penelitian suatu teori melalui pengujian hipotesis, yang dirumuskan berdasarkan teori tertentu karena belum ada teori yang berkaitan dengan kenyataan objektif yang sedang diamati.
- Penelitian Vertikal, yaitu penelitian yang bermula dari teori yang ada, kemudian dihubungkan dengan kenyataan objektif yang diamati secara empiric dan ditelaah melalui analisis ilmiyah sebagai koreksi atas kebenaran teori tersebut.
- Penelitian Survey, yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan mengadakan pemeriksaan terhadap gejala yang berlangsung dilokasi kejadian. Lazimnya dilakukan terhadap suatu unit sampel bukan terhadap suatu unit sasaran.
c. Berdasarkan Jenis
- Penelitian Eksploratif, yaitu suatu penelitian yang bermaksud mengadakan penjajakan terhadap geala tertentu. Dalam penelitian ini belum diperlukan rujukan teori dan belum digunakan hipotesis.
- Penelitian Deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bermaksud mengadakan pemeriksaan dan pengukuran-pengukuran terhadap gejala-gejala tertentu.
- Penelitian Konformatif, yaitu sutu penelitian yang bermaksud menelaah dan menjelaskan pola hubungan antara dua variable atau lebih yang jenis ini dukungan teori telah dibutuhkan, baik digunakan sebagai landasan dalam mengajukan hipotesis maupun untuk menentukan criteria pengukuran terhadap adanya hubungan antara variable-variabel yang diteliti, diantaranya melalui pengujian hipotesis.
- Penelitian Evaluatif, yaitu suatu penelitian yang bermaksud mengevaluasi pelaksanaan dan dibedakan lagi kedalam dua macam evaluasi sumatif dan pencapaian tujuan suatu program.
- Penelitian Prediktif, yaitu suatu penalitian untuk meramalkan gejala yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang, berdasarkan proteksi dari hasil penelaahan terhadap gejala yang diamati melalui evaluasi atau penyelidikan saat ini.


d. Berdasarkan Guna
- Penelitian Murni, yaitu suatu penelitian yang semata-mata digunakan untuk memelihara kesinambungan dan integrasi pemikiran ilmiyah, guna menunjang perkembangan ilmu dibidang tertentu.
- Penelitian Terapan, yaitu suatu penelitian yang digunakan untuk kepentingan praktis, baik untuk pengembangan atau perbaikan tata dan nilai social maupun tata nilai ekonomi.dengan deikian penelitian macam ini biasanya dipengaruhi oleh kepentingan tertentu baik ditinjau dari tata dan nilai social maupun tata dan nilai ekonomi.

Pemimpin Yang Dicari!!!!!!!!!!!!

PEMIMPIN YANG BERILMU, BERAMAL DAN BERAKHLAK
Oleh : Deden Er-Be (Al-Garhuti)

Kepemimpinan adalah perihal memotivasi orang untuk menjalankan dan mencapai misi organisasi. Dalam usaha mencapai tujuan ini, persatuan, kepercayaan, dan harga diri akan berkembang. Seorang pemimpin yang baik membantu berkembangnya kualitas-kualitas ini, namun kegagalan membangun integritas akan meracuni semua kesatuan yang ada, menghancurkan kepercayaan antarsesama, dan mematahkan persatuan organisasi. Seorang pemimpin yang berintegritas itu akan menunjukan sikap tulus dan konsisten, memiliki keteguhan hati dan karakter, dan merupakan seorang yang mampu bertahan sampai akhir.
Sedangkan definisi pemimpin (leader) itu sendiri menurut pemahaman saya adalah orang atau sekelompok orang yang dipercaya dapat membawa kelompok orang tertentu mencapai tujuan, cita-cita, dan kepentingan kelompok itu. Seorang pemimpin itu harus tegas, memiliki pandangan ke depan dan visioner, kreatif, inovatif dan tentu saja sosok yang istiqomah. Seorang pemimpin harus bisa memimpin dirinya sendiri sebelum dia memimpin orang lain. Berat memang menjadi pemimpin, tetapi orang yang seperti inilah yang dibutuhkan. Tanya Kenapa?
Karena seorang pemimpin dengan beban yang tidak ringan, dengan ribuan masalah dihadapannya memerlukan syaraf baja, mental besi, otak encer, hati jernih dan pandangan tajam untuk melihat perkembangan situasi dan memberikan problem solving yang tepat. Adalah sebuah kehancuran, jika suatu bangsa atau organisasi dipimpin oleh orang yang bermental tempe, lemah, plin-plan, penakut, pengecut, peragu dalam mengambil keputusan dan berakhlak yang tercela. Bukankah Rasulullah Saw telah mengisyaratkan bahwa jangan menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya.
Syarat ilmu yang luas bagi seorang pemimpin adalah pintu gerbang utama yang harus dilewati. Dengan ilmu, pemimpin itu mampu membawa organisasi yang dipimpinnya kepada pintu kejayaan. Dengan ilmu yang luas, pemimpin itu akan sangat faqih dalam memberikan solusi jitu bagi permasalahan yang dihadapi. Dengan ilmu juga ia mampu menjadi pelita ditengah pekatnya kegelapan dan kebodohan. Pemimpin tanpa ilmu, hanya akan membawa organisasi yang dipimpinnya pada jurang kehancuran yang menganga. Tanpa ilmu, pemimpin bodoh itu hanya akan menambah masalah, bukan mengurangi atau memusnahkan masalah.
Tanpa ilmu pula, pemimpin itu juga hanya akan menghancurkan bangunan yang sudah terbentuk, organisasi itu hanya akan hancur melucur ke lubang-lubang kebinasaan, diterkam kebuasan zaman. Tanpa ilmu, pemimpin sebuah organisasi atau suatu bangsa, hanya akan membuat jumud atau bahkan mundur bertubi-tubi ke belakang inilah logika Allah dalam menentukan dan memilih seorang pemimpin. Kuat, berilmu, beramal dan berakhlakul karimah.
Kita semua, berhak dan wajib menempa diri, memperbaiki kualitas diri, terus dan terus tanpa mengenal kata henti, terus memperbaiki diri demi tercapainya insan kamil. Menjadi insan yang kuat dalam mengemban amanah, kuat dalam berpikir, ikhlas dalam bekerja, kuat dalam menanggung tanggung jawab, kuat dalam visi amanat dan menebarkan kebaikan yang tak kenal lelah untuk berdaya dan memberdayakan. Dengan tujuan lahirnya komunitas muslim yang kuat, berilmu, beramal, dan berakhlakul karimah ikhlas karena Allah ta’ala.
Secara sosial seorang pemimpin adalah penguasa, karena ia memilki otoritas dalam memutuskan sesuatu, yang mengikat orang banyak yang dipimpinnya. Akan tetapi menurut etika keagamaan, seorang pemimpin adalah seorang pelayan dari orang banyak yang dipimpinnya. Pemimpin yang akhlaknya rendah pada umumnya lebih menekankan dirinya sebagai penguasa, sementara pemimpin yang berakhlak baik lebih menekankan dirinya sebagai pelayan masyarakat. Jadi seorang pemimpin juga harus memilki akhlak yang baik, karena walau bagaimanapun pemimpin juga harus menjadi suri tauladan yang baik bagi bawahannya.
Sebelum saya menutup tulisan ini, saya ingin berpesan bahwa “kepemimpinan itu tindakan, bukan posisi”. Dunia ini membutuhkan seorang pemimpin yang kuat, kuat ilmu dan kuat imannya. Dunia ini butuh orang-orang yang mau berjuang karena hidup adalah perjuangan. Barang siapa yang ingin hidup maka ia harus berjuang, siapa yang tidak mau berjuang maka lebih baik jangan hidup. Ingatlah kita semua adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawabannya….Semoga tulisan ini bermanfaat. Wallahu A’lam.

Selasa, 24 Juni 2008

MENJADI GURU PROFESIONAL

Latar Belakang Masalah
Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia merupakan cerminan rendahnya kualitas sistem pendidikan nasional. Rendahnya kualitas dan kompetensi guru secara umum, semakin membuat laju perkembangan pendidikan belum maksimal. Guru kita dianggap belum memiliki profesionallitas yang baik untuk kemajuan pendidikan secara global. Salah satu kambing hitam yang jadi penyebab semua ini adalah rendahnya kesejahteraan Guru
Dalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal maupun informal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri.
Secara etimologi, profesi berasal dari istilah bahasa inggris yaitu profession atau bahasa latin proficus, yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Sedangkan secara terminology profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual. Kemampuan mental yang dimaksudkan disini adalah adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melaksanakan perbuatan praktis.
Istilah “Profesionalisme” berasal dari Profession. Profession mengandung arti sama dengan kata Occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus.[1]
Berdasarkan penjelaasan tersebut dapat disimpulkan bahwa profesionalisme guru agama merupakan kemampuan akademis dalam melakukan sesuatu di bidang keguruan, meliputi : menguasai bahan, mengelola program belajar mengajar, mengelola kelas, menggunakan media atau sumber, menguasai landasan kependidikan, mengelola interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran dalam melakukan tugas pendidikan agama sebagai guruagama serta memilki kemampuan yang lain yaitu kemampuan personal dan social.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2007 tentang Guru, dinyatakan bahwasanya salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh Guru adalah kompetensi profesional yang dimaksud dalam hal ini merupakan kemampuan guru dalam penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.[2]
Yang dimaksud dengan penguasaan materi secara luas dan mendalam dalam hal ini termasuk penguasaan kemampuan akademik lainnya yang berperan sebagai pendukung profesionalisme guru. Kemampuan akademik tersebut antara lain, memiliki kemampuan dalam menguasai ilmu, jenjang dan jenis pendidikan yang sesuai.
Rumusan Masalah & Kegunaan Penelitian
Masalah utama yang dibahas dalam penelitian ini yaitu: (1) Ciri-ciri guru yang profesinal. (2) Bagai mana sikap seorang guru profesional dalam menyelenggarakan proses pembelajaran dan penilaian yang menyenangkan bagi siswa dan guru, sehingga dapat mendorong kreativitas belajar pada siswa. (3) Bagaimana kualitas dosen-dosen di UIN Syarif Hidayatullah khususnya di Jurusan Pendidikan Agama Islam
Penelitian bertujuan untuk menemukan (1) kriteria dan ciri-ciri guru yang profesional dalam profesinya sebagai guru, yang patut di gugu dan di tiru oleh murid-muridnya. (2) Mengetahui proses pembelajaran dan penilaian yang dilakukan oleh guru profesional.
Hasil penelitian ini di harapkan akan berguna bagi pembinaan dan pembagunan guru menjadi guru yang profesional dalam menjalankan profesinya sebagai seorang guru. Selain itu penelitian ini juga memberikan kontribusi kepada UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen, yang disahkan pemerintah pada tanggal 30 Desember 2005.
Metode Penelitian
Pendekatan: penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu sebagai mana yang didefinisikan oleh Bogdan dan Taylor “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati.”[3]
Kemudian dengan pendekatan kualitatif ini berupaya menarik makna dari berbagai keterangan dan pernyataan dari subjek penelitian yang ditetapkan dengan random sampling, yakni dosen-dosen yang ahli dalam bidang pendidikan yang dianggap memenuhi kualitas untuk memberikan informasi penelitian sebagai wakil dari subjek yang lain.
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
1. Interview: instumen ini digunakan dalam rangka memperoleh data lapangan dengan cermat, terutama dalam menarik data dari para dosen yang ahli dalam bidang pendidikan, dan alumni UIN sendiri yang concern dalam dunia pendidikan kita.
2. Observasi: untuk memperoleh gambaran mengenai guru-guru yang profesional kami melakukan observasi ke UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan melihat secara langsung kegiatan belajar mengajar disana.
Adapun langkah-langkah penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap (1) pengumpulan data, (2) kalssifikasi data, (3) analisis data, (4) dan penarikan kesimpulan.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif, dimana peneliti adalah instrumen atau alat analisis yang dapat dilakukan secara bersamaan ketika melakukan penelitian.
Temuan Penelitian
1. Kualitas Guru
Kualitas guru kita, saat ini disinyalir sangat memprihatinkan. Berdasarkan data tahun 2002/2003, dari 1,2 juta guru SD kita saat ini, hanya 8,3% nya yang berijasah sarjana. Realitas semacam ini pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak didik yang di hasilakan. Belum lagi masalah, dimana seorang guru sering mengajar lebih dari satu mata pelajaran yang tidak jarang, bukan merupakan corn/inti dari pengetahuan yang dimilikinya, telah menyebabkan proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal.[4]
Masalah kesejahteraan guru

Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa tingkat kesejahteraan guru-guru kita sangat memprihatinkan. Penghasilan para guru, dipandang masih jauh dari mencukupi, apalagi bagi mereka yang masih berstatus sebagai guru bantu atau guru honorer. Kondisi seperti ini, telah merangsang sebagian para guru untuk mencari penghasilan tambahan, diluar dari tugas pokok mereka sebagai pengajar, termasuk berbisnis dilingkungan sekolah dimana mereka mengajar tenaga pendidik. Peningkatan kesejahteaan guru yang wajar, dapat meningkatkan profesinalisme guru, termasuk dapat mencegah para guru melakukan praktek bisnis di sekolah.
Apabila kita kaitkan juga dengan laporan dari UNDP, dimana berdasarkan laporan, “Human Devlopment Report 2004”, tersebut dinyatakan bahwa angka buta huruf dewasa (adult illiteracy rate) di Indonesia mencapai 12,1%. Ini berarti dari setiap 100 orang Indonesia dewasa yang berusia 15 tahun ke atas, ada 12 orang yang tidak bisa membaca. Angka ini relatif jauh lebih tinggi, apabila kita bandingkan dengan negara-negara lain, seperti Thailand (7,4%), Brunai Darussalam (6,1%) dan Jepang (0,0%).
Pada tahun yang sama (2004), UNDP juga telah mengeluarkan laporannya tentang kondisi HDI (Human Development Indeks) di Indonesia. Dalam laporan tersebut, HDI Indonesia berada pada urutan ke 111 dari 175 negara. Posisi ini masih jauh dari Negara-negara tetangga kita, seperti Malaysia yang menempati urutan ke- 59, Thailand yang menempati urutan ke- 76 dan Philiphina yang menempati urutan ke- 83. Untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia hanya menempati satu peringkat di atas Vietnam. Sebuah negara yang baru saja keluar dari konflik politik besar dan baru memulai untuk berbenah diri namun sudah memperlihatkan hasilnya karena membagun tekad dan kesungguhan hati.[5]
Salah satu ciri guru yang profesional ialah bahwa guru itu harus meningkatkan profesionalnya secara terus menerus. Adapun secara umum ciri-ciri guru yang profesional ialah :
Jabatan guru adalah tugas memanusiakan manusia dan lebih dari sekedar mencari nafkah, maksudnya adanya komitmen mereka sendiri untuk menjunjung tinggi martabat kemanusiaan lebih dari pada kepentingan dirinya sendiri.
Mengajar mempersyaratkan pemahaman dan keterampilan yang tepat. Guru diharapkan selalu menambah pengetahuan jabatan agar terus bertambah dalam jabatan serta memilki daya maupun keaktifan intelektual untuk mampu menjawab masalah-masalah yang dihadapi dalam setiap perubahan.
Meningkatkan dirinya setiap saat agar tumbuh dan berkembang dalam jabatan dan selalu ingin belajar lebih dalam mengenai suatu bidang keahlian.
Memilki kode etik yang disepakati.[6]
Kemudian dalam kegiatan wawancara yang kami lakukan dengan beberapa narasumber, kami juga mendapatkan beberapa temuan mengenai guru profesional diantaranya:
Bapak Dede Sulaiman, S.Pd.I.
Beliau mengemukakan:Guru profesional itu adalah guru yang mempunyai basic keilmuan yang sesuai dengan bidangnya. Misalnya ia mengajar matematika, maka seorang guru tersebut harus benar-benar menguasai ilmu matematika, misalnya fiqih ia juga harus benar-benar pakar dalam ilmu fiqih.
Selain itu seorang guru profesianal secara formal atau akademis juga harus memiliki gelar yang sesuai dengan bidangnya. Artinya, kjepada para ketika dia dia mengajar matematika seyokjanya ia harus sarjana matematika, dan begitu seterusnya.
Selain itu guru profesional harus memiliki ciri-ciri dan kriteria-kriteria yaitu:
a. Baik
Secara sederhana seoorang guru profesional harus menguasai tiga ranah dibawah ini untuk dikuasai dirinya sendiri dan diri para peserta didiknya. ketiga ranah tersebut yaitu:
- Ranah Kognitif
- Ranah Afektif
- Ranah Psikomotorik
b. Memiliki kepribadian (attitut) yang baik, karismatik, berwibawa, mampu membawa para peserta didiknya hanyut dalam penjelasannya, sabar, memiliki pengetahuan yang aktual dan komprehensif.
c. Secara moral dan etika bisa diteladani.
Pendapat beliau mengenai dosen yang ada di Jurusan PAI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, apakah dosen-dosennya sudah memenuhi standarisasi guru profesional?
Kalau mengenai hal ini beliau secara persis saya kurang tahu. Tapi, menurut rabaan beliau, jika dipresentase sekitar 40 persenlah dosen-dosen di UIN jakarta itu memliki standarisasi guru profesional.
Bapak Andro Media, S.Pd.I
Pendapat Bapak Andro Media mengenai guru profesional yaitu;
Guru profesional itu ya guru yang lincah, memiliki capability yang baik. yah katakanlah handal gitu.
Ciri-ciri yang harus dimiliki guru profesional itu diantaranya:
- Memiliki wawasan yang luas
- Menguasai disiplin ilmu yang ia ajarkan
- Karismatik
- Bersahaja
- Dapat menguasai kelas
- Sabar
- Disiplin
- Memiliki moral yang baik
- Bisa jadi teladan
Menurut pengamatan beliau dosen-dosen di UIN Jakarta itu sudah banyak yang profesional. Kalau dipresentase kurang lebih ada 60 persenlah. Ini hanya perkiraan saya saja lho. Sebab, dosen-dosen di UIN itu rata-rata menguasai disiplin ilmu yang di ajarkan. Misalnnya di PAI sendiri seperti pak Majid Khon dia adalah pemngajar ilmu hadis dan ia memiliki gelar hadis, contoh lagi seperti bapak Ardani, ia adalah pengajar tasawuf dan beliau benar-benar pakar dalam bidang itu, dan masih banyak lagi.
Bapak Furqan S.Pd.I
Yang dimaksud guru profesional menurut beliau yaitu; Guru yang menguasai ilmu-ilmu keguruan dan pendidikan.Baik materi, teori dan metodelogi.Dan juga harus mampu dalam tataran praktek.
Seorang guru profesional haru memiliki ciri-ciri diantaranya:
- Guru yang memiliki kompetensi, seperti menguasai ICT, Billingual.
- Dan juga harus konsisten dengan bidang yang dikuasainya.
Menurut Beliau, Guru-guru atau dosen-dosen di PAI, baru menuju ke arah profesionalisme.Terbukti dengan adanya tim pengembangan kurikulum di PAI, yaitu diteliti kembali yang kemudian disesuaikan dengan yang ada.
Pak Aef Saefulloh, S.Pd.I
Pandangan beliau mengenai guru yang profesional yaitu:
Profesionalisme
formal, right man on right place.
Maksudnya, guru adalah benar-benar seorang guru, dan ia memang sarjana pendidikan. Meskipun, mereka yang tidak sarjana pendidikan mampu mendirikan lembaga pendidikan.
Skill, atau capabelity.
Maksudnya, dalam realita, apakah semua guru mampu mengajar dengan baik di hadapan siswa. Makanya seorang guru yang profesionalisme memiliki kemampuan yang proporsionil juga ketika mengajar.
Tanggapan beliau menenai ciri-ciri guru yang profesional:
Berwawasan luas. Meliputi segala ranahnya. Kapan dimulai pendidikan, siapa saja pelopornya, bagaimana perkembangannya dll.
Kecakapan personal.
Keperibadian pendidik (akhlaq) di dalam maupun di luar sekolah. Karena seyogyanya imej seorang guru akan terus melekat kapanpun dimanapun. Dan ini nampak, lebih berat dibanding yang di atas.
Tanggapan beliau mengenai dosen-dosen yang ada di Jurusan PAI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; menurut data-data dua tahun yang lalu, masih belum profesionalisme, karena masih banyak dosen yang baru SI, logikanya sarjana ko menelurkan sarjana.
Belum lagi yang coba-coba, seperti Prof, yang memiliki Asdos baru SI.
Meski, ada juga dosen-dosen yang profesional, yang dilihat dari penggunaan fasilitas yang cukup piawai.
Kesimpulan
Profesionalisme adalah sebuah kata yang tidak dapat dihindari dalam era globalisasi dan internasionalisasi yang semakin menguat dewasa ini, dimana persaingan yang semakin kuat dan proses transfaransi disegala bidang merupakan salah satu ciri utamanya. Guru sebagai sebuah profesi yang sangat strategis dalam pembentukan dan pemberdayaan anak-anak penerus bangsa, memliki peran dan fungsi yang akan semakin signifikan dimasa yang akan datang. Oleh sebab itu pemberdayaan dan peningkatan kualitas guru sebagai tenaga pendidik, merupakan sebuah keharusan yang memerlukan penangan lebih serius. Profesinalisme guru adalah sebuah paradigma yang tidak dapat di tawar-tawar lagi.
Dalam konteks pemberdayaan guru menuju sebuah profesi yang berkualitas diamana secara empiris dapat dipertanggung jawabkan, memerlukan keterlibatan banyak pihak dan stakeholders, termasuk pemerintah sebagai penyelengara Negara. Diperlukan sebuah kondisi yang dapat memicu dan memacu para guru agar dapat bersikap, berbuat serta memiliki kapasitas dan kapabilitas yang sesuai dengan bidang ke-ilmuannya masing-masing. Kondisi tersebut dapat disimpulkan sebagai faktor internal dan faktor eksternal.
Profesi guru menurut Undang-Undang tentang Guru dan Dosen harus memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada pasal 5 ayat 1, yaitu;”Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukanprinsip-prinsip profesional sebagai berikut:
Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme
Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuaidengan bidang tugasnya.
Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.
Mematuhi kode etik profesi.
Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas.
Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasikerjanya.
Memiliki kesempatan untuk mengernbangkan profesinya secaraberkelanjutan.
Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum”.
Ciri-ciri guru yang profesional ialah :
Jabatan guru adalah tugas memanusiakan manusia dan lebih dari sekedar mencari nafkah, maksudnya adanya komitmen mereka sendiri untuk menjunjung tinggi martabat kemanusiaan lebih dari pada kepentingan dirinya sendiri.
Mengajar mempersyaratkan pemahaman dan keterampilan yang tepat. Guru diharapkan selalu menambah pengetahuan jabatan agar terus bertambah dalam jabatan serta memilki daya maupun keaktifan intelektual untuk mampu menjawab masalah-masalah yang dihadapi dalam setiap perubahan.
Meningkatkan dirinya setiap saat agar tumbuh dan berkembang dalam jabatan dan selalu ingin belajar lebih dalam mengenai suatu bidang keahlian.
Pustaka Acuan
Abdul Rahman Saleh, Pendidikan Agama dan keagamaan Visi, Misi, dan Aksi. Jakarta : PT. Gemawindu PancaPerkasa, 2000, Cet ke-1
Agung Haryono, Tantangan Profesionaliseme Guru Ekonomi Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. (http://www.ekofeum.or.id/artikel.php?cid=50)
Nuraida, Metodologi Penelitian, Ciputat: Aulia Publishing House, 2008
M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, 1991, cet. Ke-1
http://www.angelinasondakh.com/Articles/Education/Home%20Schooling/MEMBANGUN%20PROFESINONALISME%20GURU.doc
http://mahmuddin.wordpress.com/2008/03/24/kompetensi-profesional-guru-indonesia


[1] M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, 1991, cet. Ke-1, h. 105
[2] http://mahmuddin.wordpress.com/2008/03/24/kompetensi-profesional-guru-indonesia
[3] Nuraida. Metodologi Penelitian. Aulia Publishing House, 2008. hal. 109.
[4]http://www.angelinasondakh.com/Articles/Education/Home%20Schooling/MEMBANGUN%20PROFESINONALISME%20GURU.doc

[5]http://www.angelinasondakh.com/Articles/Education/Home%20Schooling/MEMBANGUN%20PROFESINONALISME%20GURU.doc

[6] Abdul Rahman Saleh, Pendidikan Agama dan keagamaan Visi, Misi, dan Aksi. Jakarta : PT. Gemawindu PancaPerkasa, 200, Cet ke-1, h.100-101